Hujan Pagi


Langit
seperti kekasih yang cemas.

Mendung mengambang rendah
dengan hujan yang pelan
dan lama—
hujan yang tak pernah
menghapus awan
sepenuhnya.

Hujan hanya akan terulur
bagai rambut
yang tergerai
lembut
dan terurai
di halaman rumah
memanjang
sampai halaman buku puisi
tentang danau
di mana aku tenggelam
sebagai ikan yang malas
dan terus tenggelam
dengan mata terpukau.

Setiap kata adalah kilau
matahari yang canggung.

Seribu helai hujan
menggoyah permukaan
menggerakkan kata,
kata, kata…
betapa berkilauan danau ini
betapa murung
ketika aku menyentuhnya.

Mungkin kekasihku cemas
mungkin cuaca sayu
dan engkau ingin hujan pagi
dituang ke dalam puisi

yang menciptakan danau
di mana aku makin tenggelam
pelan-pelan
kehilangan suara, dan
gelombang udara.

Kekasihku, suatu saat nanti
orang-orang akan singgah
berteduh di emperan rumah
membaca buku puisi
menatap perlahan
si aku-lirik
yang sendiri
dan terus tenggelam
di ceruk danau
jauh
ini.

Apakah kau mengingat bagaimana cara aku
menatap matamu terakhir kali?



Lamandau, Kalteng, 2022


Penulis: Saiful Huda

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s