Ada gerimis yang kau tinggalkan
sebelum aku pergi. Masih kusimpan
hingga kini. Jika rindu mulai menggerayang
aku segera mengundang mendung.
Lalu kau datang membawa pelangi.
Jarak telah memagar gerak. Hanya angin
yang masih setia mengantar lirik sajak
untukmu, sebelum malam kelar.
Kupakai jemarimu untuk menuliskannya
dan senyum serta sorot matamu sebagai kata.
Aku sudah bukan lagi siapa. Sejak kau ada.
Setelah janji itu dan kau sedia menungguku
sampai aku usai menanam kemarau. Kemudian
kembali setelah bau hujan datang mendekat
kau ingin kita menikmati rinainya bersama.
Begitulah, di sini terik masih menyengat
tanda musim berganti belum juga tersiar
aku percaya pada janji karena gerimismu
hujan mungkin masih jauh. Tapi aku selalu
menikmati sejuknya dalam rindu kepadamu
Kediri, Maret 2016
————————————————–
THE MIZZLE PROMISES
The mizzle that you left
before I went. Still I keep
until this day. If longing starts prowling
I’ll invite the black clouds.
Then you’ll come with a rainbow.
Distance has fenced the motion. The wind
faithfully flows the rhyme of lyrics
for you, before night ends.
I use your fingers to write it
use your smile and eyes as words.
I am nobody. Since you exist.
After vowed, you were willing to wait for me
until I finished to plow the drought. Then
returned after petrichor came closer
you want us to enjoy the drizzle together.
And so, here the torrid sun’s scorching
no sign of seasons changing
I believe in the promise of your mizzle
rain may still be far away. But I always
enjoy the breeze while missing you
Kediri, March 2016
Author: Muksin Kota
Translated by Poetry Prairie
Muksin Kota. Lahir dan besar di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Mencintai dunia sastra tanpa sengaja di warung kopi. Kini bergiat di Komunitas Literasi Bangsal J Kediri dan Kelompok Kajian Nusantara (K2N). Punya mimpi ingin melamar seorang gadis menggunakan puisi. Semoga.