Teruntuk bisikan angin berhembus merdu. Apa kabarmu?
Sudah seabad tak kurasakan dinginnya kehadiranmu
Teruntuk angin muson dari timur. Sedang dimana dirimu?
Tak kulihat kau menunggu di pertigaan musim
Teruntuk gumpalan angin dalam syahdu. Kau tinggalkan
kemana jejakmu?
Ingin kudaki jejak samar yang kau tinggalkan di pucuk malam
Teruntuk hembusan angin penawar racun. Sembunyikah sosokmu?
Tak kupaksakan jika kita tak bersua, tetapi ketetapan telah tertulis di langit sana
Tak mengapa jika kini lorong itu tetap gelap, gersang dan usang
Kutunggu kau membuka gerbang kebahagiaan
Membawa cahaya yang sempurna bak mahligai raja-raja
dengan kata titipan surgawi yang mengukir senyum wahai Pencipta
Apabila semasa nanti alunan jantung dunia berderap.
Dekaplah aku seperti kau mendekap hujan, tetapi jangan kau jadikan aku bumi.
Karena aku bukanlah bumi yang tegar, bukan pula bumi yang meminta di kasihankan. Dekaplah aku seperti malam mendekap bulan.
————————————-
LONGING
To the whispering breeze that blows sweetly—how have you been?
An age has passed since I felt the chill of your presence.
To the monsoon wind from the east—where do you wander?
I see you not waiting at the crossings of seasons.
To the hush of wind in serenity—where have your traces gone?
I long to climb the faint path you left at the night’s tip.
To the breath of a healer wind—are you in hidden rifts?
I will not insist if we never meet, yet destiny is already inscribed in the sky
If the passage remains dark, barren, and worn, let it be
I await you to open the gate of joy
To bring perfect light, like the thrones of kings
With divine words that etched the smiles, O Creator.
Should the heartbeat of this world still echo in time,
Hold me as you hold the rain, but do not make me the earth.
For I am not the steadfast earth, nor the earth who claims for pity.
Just hold me like the night holds the moon.
Author: Wiladatika Ananda
Translated by Poetry Prairie
Wiladatika Ananda. Berasal dari bumi Khatulistiwa yang terkenal akan cuacanya yang panas. Hingga sekarang ini aku seorang mahasiswa medis. Aku mengenal puisi sedari kecil, baru mantap menulis puisi ketika SMP.
“Puisi bagiku adalah separuh jiwa, dimana aku dapat membagikan kisah hidupku di dalamnya. Entah itu bahagia, sedih atau bimbang.”