Kesekian Kaliku


Ribuan bahkan milyaran
Kecil, bahkan tersering besar sekalipun
Napsu yang menguasai raga hina ini
Hanya titik hitam, kala itu
Terbalut kian hitam, benda mulia itu
Saat ini..

Taubat seolah permainan jenaka
Yang bisa kuulangi setelah berbuat
Berbuat hal, yang Kau jadikan larangan.
Sering sekali dosa setelah taubat ku
Sehingga, terus sahaja berputar
Ya, seperti permainan
Yang aku, bisa bermain sesuka hati
Dengan taubat dan dosaku.

Padahal,
Aku tak perlu menunggu,
Menunggu tamparan-Mu
Tapi anehnya, seolah sengaja
Aku lebih menunggu
Tamparan, untuk sadarku
Sebelumnya padahal,
Sinyal peringatan-Mu terlihat
Jelas tak berkabut sedikit pun
Tapi aku, seolah mengkaburkan
Penglihatanku sendiri
Agar berpura-pura tak melihat.
Lewat aku, yang menjauhkan diri
Dari kebaikan dunia-Mu
Mereka, teman teman shalihku.

Padahal,
Kau menjadikan mereka penerang
Di saat, penerang terbesar di dunia pun
Tak dapat menerangi jalan gelapku.

Pikirku, lenyap sudah kesempatanku
Dari ketenanganku yang kurindu
Karena, lama tak kurasakan
Akibat penyia-nyiaanku.
Kasih sayang-Mu, buatku tenang.
Nyatanya, Sang Penyayang masih sahaja
Memberiku biliunan penenang
Bahkan hitungan itu jauh sekali
Dengan apa yang aku rasakan.

Sehingga kini,
Dia membukakan pintu-Nya
Yang kala itu sempat aku,
Menutupnya rapat rapat.
Berlian yang kutahan untuk mengalir
Dengan mandiri mengalir
Tak dapat terbendung,
Tumpah ruahlah sudah
Dengan kalimat sederhana
Namun mulia luar biasa
Ribuan bahkan milyaran
Kecil, bahkan tersering besar sekalipun
Napsu yang menguasai raga hina ini
Hanya titik hitam, kala itu
Terbalut kian hitam, benda mulia itu
Saat ini..

Taubat seolah permainan jenaka
Yang bisa kuulangi setelah berbuat
Berbuat hal, yang Kau jadikan larangan.
Sering sekali dosa setelah taubat ku
Sehingga, terus sahaja berputar
Ya, seperti permainan
Yang aku, bisa bermain sesuka hati
Dengan taubat dan dosaku.

Padahal,
Aku tak perlu menunggu,
Menunggu tamparan-Mu
Tapi anehnya, seolah sengaja
Aku lebih menunggu
Tamparan, untuk sadarku
Sebelumnya padahal,
Sinyal peringatan-Mu terlihat
Jelas tak berkabut sedikit pun
Tapi aku, seolah mengkaburkan
Penglihatanku sendiri
Agar berpura-pura tak melihat.
Lewat aku, yang menjauhkan diri
Dari kebaikan dunia-Mu
Mereka, teman teman shalihku.

Padahal,
Kau menjadikan mereka penerang
Di saat, penerang terbesar di dunia pun
Tak dapat menerangi jalan gelapku.

Pikirku, lenyap sudah kesempatanku
Dari ketenanganku yang kurindu
Karena, lama tak kurasakan
Akibat penyia-nyiaanku.
Kasih sayang-Mu, buatku tenang.
Nyatanya, Sang Penyayang masih sahaja
Memberiku biliunan penenang
Bahkan hitungan itu jauh sekali
Dengan apa yang aku rasakan.

Sehingga kini,
Dia membukakan pintu-Nya
Yang kala itu sempat aku,
Menutupnya rapat rapat.
Berlian yang kutahan untuk mengalir
Dengan mandiri mengalir
Tak dapat terbendung,
Tumpah ruahlah sudah
Dengan kalimat sederhana
Namun mulia luar biasa
Keluar dari lisan hina.
Rabbighfirlii..

Penulis: Yaizha Zannuba Fatimah
Poetry Prairie Literature Journal #6

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s