Punggung senja berbisik pada malam yang lelah datang, cahayanya membius lentera alam terhenti atas kegelapan
Perlahan biru legam laut terngiang jelas, lekuknya ombak terlampau silau
Bulan menghibur gembira kawan laut yang berduka
Ketika kawannya tertatih pulang, tergesa bersua untuk bercerita
Aku baru saja bertemu manusia…
Mereka di atas batas laut, menyeka peluh demi jaringnya yang semakin kecil
Olehnya jaring itu dicekung cembungkan menggoreskan luka sayat dalam tubuh kecil tanpa dosa
Lalu tubuh berlari, turun mencari karang pelindung
Lantunan syair – syair penyair akan sejuknya dingin laut mengudara
Berpeluh dalam perih, terusap kebahagiaan atas kemerdekaan batas bawah samudera
Berpaut pada borgol janji laut, gita syahdu terpampang terang sampai permukaan
Suara tabu menggaung, pasir berdesis riang, menyela ombak yang lewat tanpa permisi
Batas bawah laut tak ingkar janji
Tubuh terlanjur sadar, mencari samudera lari – lari sampai lelah, hingga pasir mulai gerah
Sajaknya terbawa sampai penghujung malam
Ribuan kalimat terlontarkan, patah kata-kata mengartikan sendu untuk dunia di atas sana
Kami dari batas bawah laut melagukan nasib
Tentang balada perambah samudera tanpa rakit
24 November 2016
(Something Left Unspoken)
Amalina Dwi P.