|1|
adakah sisa setapak dalam ragamu?
aliran desah lembut akar-akar
mendeburkan ombak di bawahmu
pertanda kehidupan kami yang tumbuh dan gugur
laksana dedaunan yang kelak menambal retak tanah.
adakah pohon-pohon
ikuti jejak kakiku
sebab kurasakan hempasan nyawa demi nyawa
dari ragamu
merasuk boneka-boneka tanah
jadilah kami.
|2|
mereka yang bertempat tinggal di balik selaput ragamu
adalah saudara-saudariku. mereka lahir
dari rahim yang sama denganku (dari rahim
tuhan punya).
hanya di dalammulah mengharap
rasukan aura (sementara ombak
di bawahmu tetaplah bersenandung)
entah berapa abad lagi ragamu iba
meski toh saudara-saudariku bakal mati
cepat atau perlahan-lahan. atma mereka
kau hipnotis dengan hujan embun
hujan gugur daun-daun
kau timbun, kau kubur dan belit
dengan lengan akar-akar
kau ajak bersenandung bersama ombak
yang mengalirkan riwayat kami.
saudara-saudariku pun merasuk
jiwamu.
jadi bagian ragamu.
|3|
rupanya pohon-pohon sedari tadi melangkah
membuntutiku
menembus almari batinku.
entah berapa banyak dimensi yang kuarungi;
pegunungan tak berkepala,
pulau sekecil butir atom,
hingga yang selebar rentangan tangan tuhan.
entah berapa banyak etalase yang sempat mengurungku;
sebuah ruangan panas,
hingga sebuah ruangan yang menggigilkanku
pohon-pohon tetap membuntutiku
membelah daun pintu
almari batinku.
|4|
omong-omong
siapakah dirimu,
hutan? apakah salah satu dari sekian banyak
jelmaan tuhan?
maka taklah aku terkejut; rasa teduhku
dari payung singgasana agung.
–Denpasar, 2015
Surya Gemilang. Ia lahir di Denpasar pada tahun 1998. Kehidupannya sederhana, tak sebebas kata-kata dalam puisi. Justru karena itulah ia suka menulis (juga membaca) puisi. Ia bisa dihubungi melalui surya.gemilang69@yahoo.com.