Kaca Kita Berkaca-Kaca


-Sebuah Puisi 5 Bagian-
(Mendengarkan album ERA by Mike Dawes, dan mengulang-ulang Zerkalo/The Mirror (1975) by Andrei Tarkovsky)
Dedicated for : T.

I – DEEP PURPLE

Roulette dan Peluru Dingin yang tak sengaja,
Dan kucium keningmu,
Kita akan hempas, sayang ….
Seketika ini atau esok setelah sia-sia, atau dihapus suara gitar,
Yang meraba-raba raut cinta
Yang tak akan pernah bisa

Roulette dan peluru
Kau peluk aku … Tak ada namamu
Kita tak ingin
Tak ada namaku
Kita tak punya
Revolver tak berdosa
Atas nama revolusi
Kemerdekaan tak akan pernah mengerti kita

Roulette dan peluru,
Cerita ini hujan yang berbeda

(17/10 17)

II – KEMILAU

Puisi ini ketidakberdayaan cinta atas mencintai
Namun, juga apa saja yang tak henti aku harapkan ketika hujan
Layang-layang merah sebelum itu
Lagu yang tak ingin selesai
Senyum setelah itu hanyalah ramai yang sama kemudian :
Akan ada tangis …
Akan ada yang tak ingin terhapus …
Kekasih, mungkin kau tak akan mengerti
Menulis adalah penderitaan yang tak pernah berbeda
Dengan, ataupun tanpamu.

(17/10 26)

III – REFLEKSI

Judul, sajak, birama yang patah
Meski tak ada yang menghendaki kata itu
Lalu sia-sia menjadi istilah yang paling romantik
Tak seperti namamu, tak seperti Waltz, tak juga puisi
Kemudian judul, goresan pena, arang, kenangan
Refrain, sampai tanggal mengepung ruang
Dengan ritus setiap hari, dengan waktu
Yang tak lagi singgah di kertas ini
Sampai di seberang sana,
Pada sisa hujan sehari tadi
Cahaya lampu yang menyentuh genang itu
Patah
Namun aku sediakalaku,
Judul, sajak, birama yang patah
Lalu, sia-sia menjadi mula bagi romantika yang lain

(17/10 26)

IV – FORESHADOW

Ladang
Beranda kayu
Piring keramik, teko kaca, dan angin yang jatuh
Berbunyi, membunyi tepi meja musim dingin
Yang tak mengenal padi, atau roti gandum
Hanya pisau perak, dan cermin buram
Dan hangat pipimu pada pipiku
Yang memudar
Ladang, Lumbung, jerami, semak belukar
Lalu akan ada api
Kemudian asap
Mungkin, di hijau dan hujan itu …
Aku masih mencintaimu

(17/10 27)

V – CUTAWAY

Jendela, dan kerit yang tak rela
Entah, barangkali semacam perih
Ada yang tak ingin terbuka, namun ada lebih banyak hal
Yang sangat ingin ditampakkan oleh relung ruang ini
Kepada segenap hal yang dengan liar berjatuhan di luar
Air, sarang burung, abu tembakau, isak, desah
Ranting, pejam, mungkinkah hujan?
Mungkinkah apa saja, namun
Tak satupun suaramu?
Kerit usai perlahan-lahan, kemudian rintik :
Derai deras yang sampai, mengucur dari lapuk langit-langit
mungkin tangis, mungkin bahagia, mungkin hanya tumpah
Lalu terkikis, sebelum perlahan patah, sampai rebah
Sampai dingin, sampai tinta terlepas dari kertas
Dan tak ada nama, tak ada rindu
Tak ada lagi puisi
Hanya basah

(17/10 28)

Penulis: Panji Sadewo

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s