Di kota ini pengampunan itu serupa pengemis jalanan
Menggigil bertangkup udara munafik menjengkali malam-malam di musim dingin
Wajahnya kotor dijelagai kesinisan
Pakaiannya compang-camping disobek kebohongan
Oh lupakan saja rasa bersalah!!!
Malam masih panjang, dia sedang tidur nyenyak
Di pelukan hangat perapian di rumah pengerat berdasi
Dimana penyesalan???
Ia duduk di belakang meja sibuk memotong pajak dari pajak rumah jelata
Kau mesti paham!!! dalam hingar bingar ini metropolitan
Kekuasaan adalah palu keadilan uang adalah raja jalanan
Siapa itu pengampunan??
Sudi dipeluk bila maut sudah meremas kerongkongan
Malam masih panjang, esok pagi belum tentu
Pengampunan meringisi kaki telanjangnya yang melepuh
Merajah aspal bertuah sisa janji-janji berdebu
Dimana lagi di kota ini pintu yang belum ia ketuk agar penebusan bisa diasuh
Di kota ini, pengampunan sebatang kara
Tak lagi bersanak saudara, tak ada yang sudi lagi jadi temannya
Ia diasingkan dari perindunya, dicampakkan kekasihnya
Tapi ia menolak mengemis pada putus asa
Ia mencintai kota ini, biar saja ia disapu jalanan
Akan ia hangatkan dirinya dmeringkuk di kursi taman dengan korek apinya disisa malam,
Ia juga masih memiliki kenangan remah roti sisa semalam
Agar gemerincing perutnya bisa kenyang dalam impian
Selamat malam kotaku, semoga malammu masih panjang…
Sehingga kau bisa memiliki kesempatan dapat menemui sang pengampunan
Yang masih meringkuk di kursi taman dengan kesedihan yang tersedu sedan
Selamat malam kotaku, semoga penebusan masih sudi datang sebelum pagi menjelang…
Penulis: Shella Anggreni
Poetry Prairie Literature Journal #6