Ayah, aku adalah salah satu dari dua nyawa
yang pernah kau titipkan di rahim seorang perempuan
Air susunya yang kuminum membawa pesan padamu
bila ia boleh kembali, tentu takdir takkan digariskan bersamamu
Namun cinta tak mengajak teropong untuk mengintip kebih jauh
Sebab, konon kemantapan adalah rahasia paling dekat dan dalam
Walau pada akhirnya kau dialamatkan
hanya untuk menjelma seekor burung yang tak lupa pada sayap
Ayah, durhaka menyuruh kami untuk takut menjadi batu
dan birrul walidain menjadi tanda seru
jika membencimu bukanlah jawaban bijak setelah lama diacuhkan
Maka Ayah, tanpa kadung bersalah
Cinta kami membenarkan tentang ketiadaanmu untuk kiranya sudi menoleh lagi
Februari 2016
————————————-
LOVE POEM FOR MY FATHER
Father, I am one of the two souls
you once entrusted to a woman’s womb
Her breastmilk that I drank carried a message for you
if she could return, fate might never have been written with you
But love does not summon a telescope
to peer too far ahead
For they say certainty is the nearest and deepest secret
Though in the end, you were destined
only to become a bird
that never forgot its wings
Father, sedition told us to fear of becoming a stone
while birrul walidain became an exclamation mark
that hating you is not a wise answer
after being long forgotten
So, Father, with no need for guilt,
our love makes peace with your absence,
hoping—perhaps—you might still turn and look back
Author: Rini Hardiyantini
Translated by Poetry Prairie
Rini Hardiyantini. Lahir dan besar di Sumenep. Karena puisi bicara banyak, semuanya, segalanya, dan bahkan kata-kata yang belum sempat terkatakan. Dan karena saya hanya punya puisi, mampirlah untuk menikmatinya berkali-kali. Email: rinihardiyantini@gmail.com.