Mekarnya Kehidupan


Padahal,
pagi masih basah pada kuncup-kuncup angin
demikian pula dingin,
semarak di hutan cengkeh teduh di puncak Gunung Gamalama
pada daun yang bergurau embun
pikiranku mendaki sepagi ini
pada batas pengetahuan geografis
memandang gugusan pulau berwibawa cakrawala
kadang hanya butuh meluangkan sedikit pikiran
menghargai ayam mematok bintang
lalu matahari sebentar lagi gemilang
atau membuka sedikit tirai mengusir ketakutan
yang berjejer di media sosial
menemukan rona langit perlahan membiru

sekian jingga lalu sinarnya semerbak
pada ruang-ruang arsitektural
sekedar menyaksikan langit pagi tergores imajinasi
para muda-mudi
dalam perjuangan sebelum semuanya berdeformasi
menjadi khayalan lenyap
oleh demonstrasi rutinitas, invasi pemikiran atau tuntutan yang beragam
rasanya ingin kembali dalam selimut hangat tapi tinta telah habis
entah saja,
saya merebah harapan dalam susunan rapi dan doa terbaik
lalu kehidupan tetap bermekaran di sekitar seperti berteman kasih
menebar merdu, burung-burung berkicau saja
meramu warna, daun-daun bergoyang saja
mengepak tebing, elang melolong saja
dan berbagai keikhlasan yang tak kita syukuri
kekhawatiran berganti takjub pada apa yang ada

Sepagi ini, rasa penasaran mendorong menyalakan televisi
tampaklah seseorang menjaring cahaya
padahal semua orang menikmati limpahan ini
seseorang sengaja memantik api pada gesitnya arus
teknologi informasi
berbagai produk dalam sensualitas sungguh menggairahkan
tentang tragedi kemanusiaan dalam eksodus penduduk berlatar perang
terdapat juga pengetahuan baru dan informasi bermanfaat
berganti berita pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan,
korupsi, penggusuran, politik, menjebak lawan politik,
padahal hari masih pagi
Saya pun belum beranjak dari rumah dan otakku telah
berkecamuk iba, asa, kebencian, ketakutan
dan syahwat dalam 15 menit
Kadang tak menikmati pagi ini
setelah mesin mulai berderu
amarah tumpah di jalanan
atau setelah melihat gambar pithecanthropus

bahkan lupa merapikan puing kosa-kata kemarin setelah
tak sengaja memencet power remote
ah, kopiku beraroma rindu
Saya tuliskan saja mekarnya kehidupan dalam puisi
aromanya menebar dari buritan kapal para petualang,
bernama sajak…!
syairnya riuh dari hulu ke hilir, ialah para petualang…!
dan doa-doa dalam seduhan para pengabdi…!

26 September 2015

————————————————————————–
Zainul Abidin Syah Andong. Lahir di Tondano Sulawesi Utara tahun 1986. Masa kecil di Kota Ternate Maluku Utara dan tumbuh besar di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Saat ini, telah setahun beralamat di Kota Ternate, Maluku Utara. Berprofesi sebagai arsitek freelance
dengan kontrak terakhir di Pulau Morotai, sebuah pulau paling utara Provinsi Maluku Utara berbatasan Samudera Pasifik dan Filipina. Sejak SMA senang membaca bahkan rajin bolos kelas hanya untuk
masuk perpustakaan membaca buku apa saja yang menarik perhatian. Hal ini terjadi berulang-ulang seterusnya. Mungkin kepalaku telah penuh dengan kata-kata yang mendesak keluar, jadi
saya coba menulis, ternyata mengasikkan. Terdapat petualangan di
dalamnya dengan menjelajahi kosakata dan makna beragam.
Facebook: Kakarlak Andong.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s