Di perjalanan ini, perjalanan untuk kembali
Hati bertanya-tanya, hati nyeri
Kisah apa di ujung perjalanan
yang harus dijalani
Dalam laju mobil di terik siang
Mata mencari-cari jejak kenangan yang hilang
Jalan raya cepat menghilang
Menyempit di belokan
Sawah melapis hamparan tanah
Diselingi pohon pisang dan kapuk randu dibawah dua gunung
Setahun sudah serasa
Kemana hidup membawamu?
Melewati jalanan yang keropeng
Setengah aspal setengah kerikil digilas satu mobil
Biru cyan melapis langit berhias awan
Menggunung di sekeliling gunung
Di perantauan asing,
Lusinan ladang jagung merunduk muda Sebagian beranjak dewasa, mekar berbunga menusuk awan
Puluhan hektar kebun pepaya beranjak ke musim panen
Sebatang berbuah-buah hingga ke tanah
Burung gelatik menyembul di permukaan sawah,
berloncatan di bawah jari-jari batang cabe
Bunga tapak dara mekar di depan rumah berdinding jalinan kulit kayu
Makam kelabu dibawah pohon hitam raksasa,
bercahaya oleh putih kamboja
Layang-layang terbang rendah diayun anak-anak desa
Jauh mimpi membawa terbang kenangan
Pemukiman kecil di jantung sawah merekah
Dilukis masjid yang menggugah
Ada bisikan kesunyian yang membelah
Memandang sambutan tanpa kata yang meriah
Pria-pria tua duduk di tanah, tertawa memandang sawah
Pria berpeci putih mata memerah, jongkok mengimitasi laba-laba
Pria muda tersesat dalam terawang langit, terantai tangan di bale-bale
Di sisi lain, seorang wanita mengangkang depan pintu kamar mandi masjid
Hilang gairah
Sebuah rumah sederhana menarik pijak
Plafon kayu usang disinari cat dinding yang meradang
Ayat-ayat suci bersanding dengan pahatan kepala banteng
Air mata mengalir tanpa sadar, tak terbendung
Sejauh inikah jiwamu pergi?
Dari balik bangunan bata telanjang
Langkah kakimu hampa
Berubah sekurus tulang
Mata-mata menghilang dalam pengasingan
Pertemuan menuliskan kisah yang kembali jadi sejarah
Ada gelap saat kau melintas di depan ibumu
Kerinduan yang menyakitkan
Kau menghampiriku, mencium kedua pipiku
Hal yang tak pernah dilakukan sekaligus menakutkan
Senyummu mengembang,
Happy mother’s day
Ucapmu tak kenal waktu
Wangi tubuhmu asing
Sinar matamu terasing
Sekali langkah setiap waktu untuk menunggu
Kita semua bicara, dalam harapan dan kenangan
Berharap masih ada waktu untuk kembali
Kau tertawa, kadang bicara kadang tanpa makna
Seperti pikiran yang berloncatan
Apa saja yang kau lakukan disini?
Tidur,
katamu mengingat
Makan apa?
Kau berpikir
Cakwe, dua kali pagi sore
Kau masih berpikir
Mbayem,
pandanganmu menerawang
Urat banteng,
sekali lagi meyakinkan
Berulang-ulang
Entah apa itu artinya
Happy mother’s day
Happy father’s day
Kalimat penutup
Kau menoleh dengan senyum yang asing
Suara kembali bermuara
Kau makan dengan kelahapan ganjil bekal yang kami bawa
Celana panjang hitam menutupi kelam yang terlukis
Kakimu sehitam batang kayu,
pias bekas-bekas borok setengah merah
Kenapa?
Main ke sawah,
katamu
Mungkinkah kau habiskan waktumu menyusuri gersang siang?
Mencari jalan pulang
Kesedihan terpahat di seluruh tubuhmu
Dan harapan nanar, bersama matamu yang mulai bersinar
Sinar mata mulai berwarna
Meski disambut waspada
Pada akhirnya kita akan kembali pada jalan yang terpampang
Satu selimut di masa muda terus memudar, berpencar ke arah yang berbeda
Perjalanan terus bergulir, terkadang tanpa pilihan
Hanya doa yang kita saling kaitkan pada pergantian siang dan malam
Nasibmu masih tertulis disini
Perpisahan entah bagaimana terus berulang
Kau mendekapkan bibir pada pipiku dengan erat
“This is a kiss from your brother”
Novia, Mei 2014