Aku pulang mengemas anggrek dalam kresek
Bekas pajangan kantor yang dilukir
Kubawa naik ojek menembus kepadatan Jumat
Udara berat tercelup merayapi rambut
Muntah asap pengap lampu hingar klakson,
racun yang meluap
Anggrek berayun, mengepak bagai kupu-kupu siap terbang
Terprovokasi hasut angin
Di stasiun ratusan manusia berbaris kelabu
Jerit kereta menghunus penantian
Mata-mata yang memandang bertanya dalam diam,
bagaimana kan kuselamatkan anggrek dari desak kematian?
Aku mengorbankan waktuku
Melalui rute yang berlawanan arah
Agar bisa kusediakan ruang dalam himpit rak penaruh tas
Sehelai anggrek melayang jatuh,
sabarlah sebentar lagi
Dalam duduk yang kantuk,
Dalam saji himpit perut,
Di tengah perjalanan menembus gelap,
Jeritan bermekaran dari mulut nestapa
Dirangkul asap yang bergentayangan dalam dinding besi
Panik bersuara, menggetarkan dada, melemaskan raga
Pintu-pintu digedor membabi buta
Di lintasan tanpa nama pintu terbuka seiring laju perlambatan kereta
Kupikir, kutinggalkan saja anggrek lari dari marabahaya
Wanita-wanita menggapai-gapai udara hitam
Meloncat turun ke rel yang curam
Sesaat di bibir pintu aku meraih anggrek dalam kresek
Terdesak jatuh pantat menghantam tanah berkerikil
Seekor ular besi terlelap dalam tidur yang lelah
Dan lautan manusia membanjiri lintasan rel kereta
Barisan orang-orang bingung menyusuri papan rel
Aku menapak dalam gulita mencari jalan pulang
Mahkota anggrek gugur sebagian rupanya
Di belok jalan kampung, di kelok gang buntung, menyibak raya yang bersuara
Oh suami, dimanakah kau berada?
Taksi angkuh, angkot pun tak terkenali
Kau bilang akan menjemput dengan kereta kencana
Maka sekali lagi ojek menyelami susur jalan yang menyusut,
Kusut dilindas roda-roda hitam tak kenal lelah
Beringsut menciut dibesut aroma kecut
Di Gandaria City aku menyusup di bilik-bilik
Menaburkan pupur untuk menyekap peluh
Melukis fatamorgana diatas tubuh yang lelah
Sementara kau anggrek, terkulai lunglai
Di Roppan kita makan
Digempur bingar malam keakraban Abang None
Wajah-wajah tampan menunduk diam
Wajah-wajah rupawan menebar senyum
Gadis-gadis jelita asyik berfoto, tertawa, seperti penguasa
Tubuh semampai menggetarkan Hall
Rambut-rambut panjang terkibas indah seperti rangkaian bunga
Sementara, kulihat anggrek kusut masai
Daunnya pecah terlipat dua
Matanya berkaca-kaca pada kusam yang menyuram cepat
Sebentar lagi, jelita
Sebentar lagi kita kembali pulang
Kita pulihkan cahayamu
Terkembang di kecup mentari esok hari
Agar putri kecilku dapat mencecap apa itu keindahan sederhana
Jakarta – Tangerang Selatan, 6 Juni 2014
Wah bagus banget puisinya.
LikeLike
terimakasih 🙂
LikeLike