Sepasang bola mata
meneteskan air mata
juga sorotnya
tak henti mengatakan sendu
jika aku adalah mereka
juga tangis akan mengusap
tak henti berderap
tapi tak kuasa menghadapi gelap
tanah hitam
juga mayat bergelimpang
ada di sisi mereka
juga hitam malam
seakan menelan
tak kuasa menghenti
tapi terus dibayangi malam
tak kuasa menatap
tapi mata dipaksa terbuka
bahkan
hingga satu dari mereka mulai bergelimpang
juga satu per satu mulai lemah
tak pernah dilihat
maupun disorot media
bahkan kadang
banyak cibiran atas kebodohan
tapi tak tahu mereka berjuang mati-matian
juga ketakutan dan tangis terdengar
tahulah kami
mereka pahlawan
tak punya pedang ataupun tameng
tapi berhasil menang
walau dengan luka tak teratasi
hingga suatu saat
selembar surat kabar tiba
juga ucapan membentang
“kepada garda terdepan, terimakasih”
In Kristi Tikam Tirani. Usia 17 tahun menjadi usia produktif bagiku, kadang pencarian identitas selalu jadi permasalahan. tapi cara terbaik yang kutemukan adalah berkutat dengan sastra. Bermain dengan kata kata juga dengan perasaan, mencampur aduknya dalam berbagai makna juga tak jarang membentuk muslihat. Namaku In Kristi Tikam Tirani dan tak akan berhenti menikam.