gemuruh menggulung entah sampai kapan
tak ada yang tahu
tak sesiapa tak gemetar
wabah usai sudah
yang menderu kuyup sekujur tubuh
tak mengenal lelah
tiada terlintas putus asa
meski sakit dunia
sementara dermaga sama beratnya
kukuh pilarnya dihempas
siang malam gelombang menerjang
tetapi perahu tetaplah berlabuh
meski dunia sesak suara ombak
harapku pandemi tenggelam hanyut.
Parepare, 2020
Ahmad Kohawan. Lahir dan tinggal di Parepare, Sulawesi Selatan. Beberapa kumpulan puisinya terangkum dalam antologi, antara lain: Kata-kata yang Tak Menua Benteng Penyair Makassar Sastra Kepulauan, 2017; Soekarno, Sastra dan Cinta Festival Sastra Bengkulu, 2018; Kuantar Kau ke Makassar F8 Makassar, 2018; Bulu Waktu Sastra Reboan, 2019. Ia percaya, menikmati kopi di beranda media sosial dan memainkan tagar di rumah aja adalah mantra mujarab mengusir wabah.