Di balik senja,
yang merangkak letih pada punggung langit
Kau mengulum jingga dalam diam
tak disisakan seberkas, sebait, sebaris saja
Untuk kukenang, di malam-malam yang mengemis bintang.
Sepi dan sunyi, menjelma malaikat yang menduduki pundak
Memilihkan pematang, lembah, bukit, dan belukar sebagai jalan mendekati tuju,
sebidang maya, yang tak akan pernah mengecup nyata.
Kamu.
Sendiri aku
Menaklukkan sisa perjalanan ini tanpa lampu.
entah itu lilin, api, maupun wajahmu.
Sepanjang mata menautkan pandang,
Hanya ada gelap!
terpaksa kupeluk seolah rindu
terpaksa kucumbu seolah nafsu
sedangkan ia, diam-diam menghunuskan tusuk, pada relung yang kusebut rusuk.
Sedetik menetes darah, sejalan menggores luka
Malam berubah jadi musim yang haus nyawa,
suram mencipta iklim pembunuh cinta
Dan
di sisa perjalanan ini,
kalah pada cadasnya pertarungan
antara dingin dan seikat gulita yang bersandiwara
di balik batang pohon
patahnya ranting
pipihnya daun
dan sebutir biji-bijian
Hati telah sekarat
mengharap belas kasih dari hewan malam yang terjaga.
Alpa.
Pengembaraan ini, tak akan pernah menemui akhir
Sebab jalanan terlampau sunyi
Dan malam terlampau dengki untuk berbagi arah.
Sebelum pagi menjelang,
Kuseduh lagi mimpi.
Aku, kamu, janji, dan harapan, kembali bercengkrama.
rupanya semua baik-baik saja
atau aku?
yang terlanjur meregang nyawa. Mati.
Poetry Prairie Literature Journal #5
Penulis: Dwi Fikriyah
Dalam.. bahasanya menyelam ke alam hayalan..
LikeLike
cadas, dalam, … diksi yang mampu menyelamkan hayalan..
LikeLiked by 1 person
Reblogged this on Catatan Go Blog and commented:
Sepi dan sunyi, menjelma malaikat yang menduduki pundak
Memilihkan pematang, lembah, bukit, dan belukar sebagai jalan mendekati tuju,
sebidang maya, yang tak akan pernah mengecup nyata.
Kamu.
LikeLike
Selamat menikmati puisi ini, dimana kesunyian terasa menggigit dengan indah.
LikeLiked by 1 person
Sampaikan salamku pada penulisnya, katakan aku jatuh cinta
LikeLike